Contoh Skripsi : KODE SUMBER (SOURCE CODE) WEBSITE SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA (STUDI KASUS WEBSITE ANSHAR.NET)
ABSTRAK
Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap Negara. Upaya penanggulangan tindak pidana terorisme diwujudkan pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002, yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Diperlukannya undang-undang ini karena pemerintah menyadari tindak pidana terorisme merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa (extraordinary crime), sehingga membutuhkan penanganan yang luar biasa juga (extraordinary measures). Dalam beberapa kasus, penguasaan terhadap teknologi sering kali disalahgunakan untuk melakukan suatu kejahatan. Diantara ragam kejahatan menggunakan teknologi, terdapat didalamnya
suatu bentuk kejahatan terorisme baru, yaitu cyberterrorism. Penanganan Cyberterrorism berbeda dengan penanganan terorisme konvensional. Salah satu perbedaannya adalah penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik. Bagaimana pengaturan penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia? Dapatkah sebuah kode sumber website dijadikan alat bukti di persidangan Tindak Pidana Terorisme? Bagaimana dalam prakteknya penerapan ketentuan Hukum Acara Pidana Terhadap Informasi Elektronik (Source Code Website) di dalam Peristiwa Tindak Pidana Terorisme pada Kasus Website Anshar.net? Penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik telah diakomodir oleh Pasal 27 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terkait hal tersebut diperlukan adanya Standar Operasional Prosedur dalam perolehan alat bukti berupa informasi elektronik tersebut.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Ucapan Terima Kasih
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Pokok Masalah 13
C. Tujuan Penelitian 14
D. Definisi Operasional 15
E. Metode Penelitian 19
F. Sistematika Penulisan 21
BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA TERORISME BAIK
SEGI MATERIL MAUPUN FORMIL
A. Pengertian dan Karakteristik Organisasi 23
Terorisme
1. Pengeritan Terorisme 24
2. Karakteristik Organisasi Terorisme 35
B. Terorisme di Indonesia dalam Undang- 40
undang Nomor 15 Tahun 2003 dan dalam
Ketentuan Dibeberapa Negara Lainnya
1. Terorisme di Indonesia dan 41
Pengaturannya dalam Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003
2. Perumusan Tindak Pidana Terorisme di 64
Beberapa Negara Lainnya
a. Australia 65
b. Amerika 67
C. Terorisme dan Perkembangannya 69
1. Cyberterrorism: Suatu Perkembangan 75 dari Terorisme
2. Definisi dan Karakteristik 70
Cyberterrorisme
3. Bentuk dan Macam Cyberterrorism 85
D. Proses Penyelidikan, Penyidikan, dan 90
Upaya Paksa Penangkapan, Penahanan, dan Penggeledahan dalam Tindak Pidana Terorisme
1. Penyelidikan 92
2. Penyidikan 96
3. Upaya Paksa: Penangkapan, Penahanan, 101
Penggeledahan, dan Penyitaan
E. Sistem Pembuktian, Beban Pembuktian, 114
Alat Bukti Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana
Terorisme
1. Sistem Pembuktian 116
2. Beban Pembuktian 120
3. Alat Bukti Dalam Tindak Pidana 124
Terorisme dan Undang-undang Lain yang
Mengatur Penggunaan Bukti Digital
BAB III KODE SUMBER WEBSITE SEBAGAI ALAT BUKTI 127 BERUPA INFORMASI DAN DOKUMEN ELEKTRONIK
A. Aspek Pengembangan Teknologi World Wide 127 Web
1. Hypertext Markup Language (HTML): 135
Standardiasi Penulisan Bahasa Web
2. HyperText Transfer Protocol (HTTP): 144
Protokol Primer Sebuah Website.
B. Bukti Digital (Digital Evidence) 155
1. Pengertian Bukti Digital (Digital 157
Evidence)
2. Standard Operating Procedures (SOPs) 160
Terkait Bukti Digital
3. Perolehan Informasi Terkait Bukti 166
Digital Pada Sebuah Website
Menggunakan Teknik Internet Forensic
4. Otentifikasi Bukti Digital Melalui 179
Teknik Enkripsi
BAB IV ANALISIS ALAT BUKTI DALAM KASUS CYBER 198 TERROISM (WEBSITE ANSHAR.NET)
A. Kasus Posisi 198
B. Analisis Alat Bukti Pada Kasus 206
Anshar.net Berdasarkan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003
1. Keterangan Saksi 209
2. Keterangan Ahli 220
3. Surat 231
4. Petunjuk 233
5. Keterangan Terdakwa 235
C. Penggunaan Alat Bukti Informasi 239
Elektronik Berupa Kode Sumber Website
Anshar Sebagai Alat Bukti dalam Tindak
Pidana Terorisme
1. Unsur Tindak Pidana Terorisme dalam 240
Kasus Website Anshar.net
2. Penggunaan Kode Sumber Website 248
Sebagai Alat Bukti Sebagaimana Diatur dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor 15
Tahun 2003
3. Penggunaan Alat Bukti BerupaInformasi Elektronik Terkait Penyelenggaraan Sistem Elektronik Berdasarkan Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik 263
BAB V PENUTUP 269
A. Simpulan 269
B. Saran 277
DAFTAR PUSTAKA 281
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non derogable rights).[1] Artinya, hak ini mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki hak untuk hidup dan tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidupnya.
Dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian seperti untuk tujuan penegakan hukum, sebagaimana yang diatur juga
[1] I Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrumen HAM Nasional: Hak Untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan Serta Hak Mengembangkan Diri (Jakarta: Departemen Hukum dan HAM RI, Direktorat
Jenderal Perlindungan HAM, 2001) hal. 1
dalam Article 2 European Convention on Human Rights yang menyatakan:
protection the right of every person to their life. The article contains exceptions for the cases of lawful executions, and deaths as a result of "the use of force which is no more than absolutely necessary" in defending one's self or others, arresting a suspect or fugitive, and suppressing riots or insurrections.[1]
Pengecualian terhadap penghilangan hak hidup tidak mencakup pada penghilangan hak hidup seseorang oleh orang lainnya tanpa ada alas hak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu contoh penghilangan hak hidup tanpa alas hak adalah pembunuhan melalui aksi teror. Aksi teror jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan, martabat, dan norma agama. Teror juga telah menunjukan gerakannya sebagai tragedi atas hak asasi manusia.[2]
Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan
berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.[3] Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.[4]
Aksi terorisme di Indonesia mencuat ke permukaan setelah terjadinya Bom Bali I pada 12 Oktober 2002, Peristiwa ini tepatnya terjadi di Sari Club dan Peddy’s Club, Kuta, Bali. Sebelumnya, tercatat juga beberapa aksi teror di Indonesia antara lain kasus Bom Istiqlal pada 19 April 1999, Bom Malam Natal pada 24 Desember 2000 yang terjadi di dua puluh tiga gereja, Bom di Bursa Efek Jakarta pada September 2000, serta penyanderaan dan pendudukan Perusahaan Mobil Oil oleh Gerakan Aceh Merdeka pada tahun yang sama.
Kembali pada kasus Bom Bali I. Aksi teror melalui peledakan bom mobil di Jalan Raya Legian Kuta ini semula direncanakan dilaksanakan pada 11 September 2002, bertepatan dengan peringatan setahun tragedi di Gedung World Trade Center New York, Amerika Serikat. Seperti diketahui, peristiwa 11 September 2002 ini mengawali “Perang Global” terhadap terorisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Kebijakan Amerika Serikat yang berat sebelah seperti pemunculan jargon “Jihad adalah Terorisme” dalam memerangi terorisme telah menjadi alasan beberapa kelompok teroris untuk melakukan perlawanan, salah satunya dilakukan oleh Ali Imron, Ali Gufron, dan Amrozi.[5]
Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) memiliki kewajiban untuk melindungi harkat dan martabat manusia. Demikian pula dalam hal perlindungan warga negara dari tindakan terorisme. Salah satu bentuk perlindungan negara terhadap warganya dari tindakan atau aksi terorisme adalah melalui penegakan hukum, termasuk di dalamnya upaya menciptakan produk hukum yang sesuai.
Upaya ini diwujudkan pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002, yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi Undangundang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Diperlukannya undang-undang ini karena pemerintah menyadari tindak pidana terorisme merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa (extraordinary crime), sehingga membutuhkan penanganan yang luar biasa juga (extraordinary measures).[6] Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 ini selain mengatur aspek materil juga mengatur aspek formil. Sehingga, undang-undang ini merupakan undang-undang khusus (lex specialis) dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan penyelesaian perkara pidana yang terkait dengan terorisme dari aspek materil maupun formil dapat segera dilakukan.
[1] European Convention on Human Rights, <http://en.wikipedia.org/ European_Convention_on_Human_Rights_files>, diakses 26 Desember 2006.
[2] Abdul Wahid, Sunardi, Muhamad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), hal. 2.
[3] Indonesia, Undang-undang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-undang, UU No. 15, LN. No. 45 Tahun 2003, TLN. No. 4284, Penjelasan umum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme paragraf dua.(a)
[4] Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Pembukaan Alinea ke-4.
[5] “Bom Bali Rencananya untuk Peringati Setahun Bom WTC”, <http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/22/nasional/505322.htm>, diakses 7 Februari 2007.
[6] T. Nasrullah, Sepintas Tinjauan Yuridis Baik Aspek Hukum Materil Maupun Formil Terhadap Undang-undang No. 15/2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Makalah Pada Semiloka tentang “Keamanan Negara” yang diadakan oleh Indonesia Police Watch bersama Polda Metropolitan Jakarta Raya, Selasa 29 Maret, hal. 3.
INGIN MEMILIKI FILE CONTOH SKRIPSI INI?? HANYA DENGAN RP. 35.OOO,
ORDER VIA CHAT WA.
NOMOR FILE SKRIPSI : Skripsi Administrasi Niaga 1
Komentar
Posting Komentar